TERBENTUKNYA BATU BARA DAN KANDUNGANNYA
Pengertian Batu Bara
BATU
BARA
- Pengenalan Batu Bara
Batubara merupakan salah satu sumber
daya alam yang keberadaanya melimpah di Indonesia. Berdasarkan data yang
dikeluarkan Badan Geologi, Kementerian ESDM tahun 2009, total sumber daya
batubara yang dimiliki Indonesia mencapai 104.940 Milyar Ton dengan total
cadangan sebesar 21.13 Milyar Ton. Batubara merupakan sedimen organik, lebih
tepatnya merupakan batuan organik, terdiri dari kandungan bermacam-macam
pseudomineral. Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan yang membusuk dan
terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air, biasa disebut
rawa-rawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari
sisa-sisa tumbuhan yang kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara.
Selain tumbuhan yang ditemukan
bermacam-macam, tingkat kematangan juga bervariasi, karena dipengaruhi oleh
kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal ini biasanya kandungan oksigen, tingkat
keasaman, dan kehadiran mikroba. Pada umumnya sisa-sisa tanaman tersebut
dapat berupa pepohonan, ganggang, lumut, bunga, serta tumbuhan yang biasa hidup
di rawa-rawa. Ditemukannya jenis flora yang terdapat pada sebuah lapisan
batubara tergantung pada kondisi iklim setempat. Dalam suatu cebakan yang sama,
sifat-sifat analitik yang ditemukan dapat berbeda, selain karena tumbuhan
asalnya yang mungkin berbeda, juga karena banyaknya reaksi kimia yang
mempengaruhi kematangan suatu batubara.
Secara umum, setelah sisa tanaman
tersebut terkumpul dalam suatu kondisi tertentu yang mendukung (banyak air),
pembentukan dari peat (gambut) umumnya terjadi. Dalam hal ini peat tidak
dimasukkan sebagai golongan batubara, namun terbentuknya peat merupakan tahap
awal dari terbentuknya batubara. Proses pembentukan batubara sendiri secara
singkat dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan
yang ada, mulai dari pembentukan peat (peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi
berbagai macam tingkat batubara, disebut juga sebagai proses coalifikasi, yang
kemudian berubah menjadi antrasit. Pembentukan batubara ini sangat menentukan
kualitas batubara, dimana proses yang berlangsung selain melibatkan
metamorfosis dari sisa tumbuhan, juga tergantung pada keadaan pada waktu
geologi tersebut dan kondisi lokal seperti iklim dan tekanan. Jadi pembentukan
batubara berlangsung dengan penimbunan akumulasi dari sisa tumbuhan yang
mengakibatkan perubahan seperti pengayaan unsur karbon, alterasi, pengurangan
kandungan air, dalam tahap awal pengaruh dari mikroorganisme juga memegang
peranan yang sangat penting.
- Proses Pembentukan Batu Bara
Batubara terbentuk dari endapan
organik yaitu sisa – sisa tumbuhan – tumbuhan yang terjadi selama
beberapa ratus juta tahun yang lalu yang mengalami pengubahan melalui proses
pembatubaraan. Ada 2 teori yang menerangkan terjadinya batubara yaitu :
- Teori In-situ : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori in-situ lazimnya terjadi di hutan basah dan berawa, sehingga pohon-pohon di hutan tersebut pada saat mati dan roboh, langsung tenggelam ke dalam rawa tersebut, dan sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami pembusukan secara sempurna, dan akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang membentuk sedimen organik.
- Teori Drift : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan yang bukan di tempat dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori drift biasanya terjadi di delta-delta, mempunyai ciri-ciri lapisan batubara tipis, tidak menerus (splitting), banyak lapisannya (multiple seam), banyak pengotor (kandungan abu cenderung tinggi). Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan)
Tahap penggambutan (peatification)
adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam
kondisi bebas oksigen (anaerobik) di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang
buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 – -[10 meter. Material
tumbuhan yang busuk ini melepaskan unsur H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa
CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan
fungi diubah menjadi gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992).
Tahap pembatubaraan (coalification)
merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena
pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan
waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati
1992). Pada tahap ini prosentase karbon akan meningkat, sedangkan prosentase
hidrogen dan oksigen akan berkurang (Fischer, 1927, op cit Susilawati 1992).
Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan
material organiknya mulai dari lignit, sub bituminus, bituminus, semi antrasit,
antrasit, hingga meta antrasit.
- Faktor yang mempengaruhi proses pembentukan batu bara
Ada tiga faktor yang mempengaruhi
proses pembetukan batubara yaitu: umur, suhu dan tekanan.
Mutu endapan batubara juga
ditentukan oleh suhu, tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut
sebagai ‘maturitas organik. Pembentukan batubara dimulai sejak periode
pembentukan Karbon (Carboniferous Period) dikenal sebagai zaman batubara
pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang
lalu. Proses awalnya, endapan tumbuhan berubah menjadi gambut/peat
(C60H6O34) yang selanjutnya berubah menjadi batubara muda (lignite) atau
disebut pula batubara coklat (brown coal). Batubara muda adalah batubara dengan
jenis maturitas organik rendah.
Setelah mendapat pengaruh suhu dan
tekanan secara continue selama jutaan tahun, maka batubara muda akan mengalami
perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah
batubara muda menjadi batubara sub-bituminus (sub-bituminous). Perubahan
kimiawi dan fisika terus berlangsung sampai batubara menjadi lebih keras dan
warnanya lebih hitam sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit
(anthracite). Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang
semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.Maturitas organik
sebenarnya menggambarkan perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama
pembentuk batubara, dalam proses pembatubaraan.
Sementara itu semakin tinggi
peringkat batubara, maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan hidrogen dan
oksigen akan berkurang. Disebabkan tingkat pembatubaraan secara umum dapat
diasosiasikan dengan mutu atau mutu batubara, batubara bermutu rendah yaitu
batubara dengan tingkat pembatubaraan rendah seperti lignite dan sub-bituminus
biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti
tanah, memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang
rendah, sehingga kandungan energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara,
umumnya akan semakin keras dan kompak, serta warnanya akan semakin hitam
mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar
karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga semakin besar.
- Kualitas dan Klasifikasi Batu Bara
Kualitas batubara ditentukan dengan
analisis batubara di laboraturium, diantaranya adalah analisis proksimat dan
analisis ultimat. Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan jumlahair, zat
terbang, karbon padat, dan kadar abu, sedangkan analisis ultimat dilakukan
untuk menentukan kandungan unsur kimia pada batubara seperti : karbon,
hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, unsur tambahan dan juga unsur jarang.
Kualitas batubara ini diperlukan untuk menentukan apakah batubara tersebut
menguntungkan untuk ditambang selain dilihat dari besarnya cadangan batubara di
daerah penelitian.
Untuk menentukan jenis batubara,
digunakan klasifikasi American Society for Testing and Material (ASTM,
1981, op cit Wood et al.,1983)(Tabel 5.2). Klasifikasi ini dibuat
berdasarkan jumlah karbon padat dan nilai kalori dalam basis dry, mineral
matter free (dmmf). Untuk mengubah basis air dried (adb) menjadi dry,
mineral matter free (dmmf) maka digunakan Parr Formulas (ASTM, 1981,
op cit Wood et al., 1983), dimana beberapa hal yang harus
diperhatikan adalah : High heating value (kcal.kg), Total moisture (%),
Inherent moisture (%), Volatile matter (%), Ash content (%), Sulfur content
(%), Coal size (%), Hardgrove grindability index (<3mm,>.
Dari tinjauan beberapa senyawa dan
unsur yang terbentuk pada saat proses coalification (proses pembatubaraan),
maka dapat dikenal beberapa jenis batubara yaitu:
- Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% – 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%
2. Bituminus mengandung
68 – 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya.
3. Sub-bituminus mengandung
sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber
panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
4. Lignit atau batu
bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari
beratnya.
5. Gambut, berpori dan
memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.
- Peat/ gambut, (C60H6O34) dengan sifat :
-
Warna coklat
-
Material belum terkompaksi
-
Mernpunyai kandungan air yang sangat tinggi
-
Mempunvai kandungan karbon padat sangat rendah
-
Mempunyal kandungan karbon terbang sangat tinggi
-
Sangat mudah teroksidasi
-
Nilai panas yang dihasilkan amat rendah.
- Lignit/ brown coa, (C70OH5O25 ) dengan ciri :
-
Warna kecoklatan
-
Material terkornpaksi namun sangat rapuh
-
Mempunyai kandungan air yang tinggi
-
Mempunyai kandungan karbon padat rendah
-
Mempunyai kandungan karbon terbang tinggi
-
Mudah teroksidasi
-
Nilai panas yang dihasilkan rendah.
- Subbituminous (C75OH5O20) – Bituminous (C80OH5O15) dengan ciri :
-
Warna hitam
-
Material sudah terkompaksi
-
Mempunyai kandungan air sedang
-
Mempunyai kandungan karbon padat sedang
-
Mempunyai kandungan karbon terbang sedang
-
Sifat oksidasi rnenengah
-
Nilai panas yang dihasilkan sedang.
- Antrasit (C94OH3O3) dengan ciri :
-
Warna hitam mengkilap
-
Material terkompaksi dengan kuat
-
Mempunyai kandungan air rendah
-
Mempunyai kandungan karbon padat tinggi
-
Mempunyai kandungan karbon terbang rendah
-
Relatif sulit teroksidasi
-
Nilai panas yang dihasilkan tinggi.
- Pemanfaatan Batu Bara
Batu bara memiliki berbagai
penggunaan yang penting di seluruh dunia. Penggunan yang paling penting adalah
untuk :
- Bahan bakar pembangkit listrik
- Produksi besi dan baja
- bahan bakar pembuatan semen
- bahan bakar cair.
- Penggunaan batu bara yang penting lainnya mencakup pusat pengolahan alumina, pabrik kertas, dan industri kimia serta farmasi. Beberapa produk kimia dapat diproduksi dari hasil-hasil sampingan batubara. Ter batu bara yang dimurnikan digunakan dalam pembuatan bahan kimia seperti minyak kreosot, naftalen, fenol dan benzene. Gas amoniak yang diambil dari tungku kokas digunakan untuk membuat garam amoniak, asam nitrat dan pupuk tanaman. Ribuan produk yang berbeda memiliki komponen batu bara atau hasil sampingan batu bara:sabun, aspirin, zat pelarut, pewarna, plastik dan fiber, seperti rayon dan nylon.
- Batu bara juga merupakan suatu bahan yang penting dalam pembuatan produk-produk tertentu:
- Karbon teraktivasi – digunakan pada saringan air dan pembersih udara serta mesin pencuci darah.
- Serat karbon – bahan pengeras yang sangat kuat namun ringan yang digunakan pada konstruksi, sepeda gunung dan raket tenis.
- Metal silikon – digunakan untuk memproduksi silikon dan silan, yang pada gilirannya digunakan untuk membuat pelumas, bahan kedap air, resin, kosmetik, shampo dan pasta gigi.
Batubara sebagai bahan galian
memiliki peran penting. Misalnya sebagai bahan bakar alternative nonminyak dan
gas (nonmigas), digunakan dalam industri kimia dan industri lainnya.
1. Pembangkit Listrik Tenaga Uap
Pembakaran batubara merupakan
pemanfaatan batubara secara langsung untuk memperoleh energi panas dan
menghasilkan gas buang (flue gas) dan abu. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)
merupakan salah satu contoh pemanfaatan batubara secara langsung. Dalam
pemanfaatn tersebut, batubara uap dibakar dipembangkit uap (bolier) untuk
menghasilkan panas yang akan digunakan untuk mengubah air menjadi uap air, yang
selanjutnya digunakan untuk menggerakkan turbin uap dan memutar generator guna
menghasilkan energi listrik.
Mula-mula ukuran butiran batubara
tersebut dikecilkan hingga berukuran halus untuk menambah luas permukaannya
agar lebih mudah terbakar. Batubara tersebut kemudian disemburkan ke tungku
pembakaran bertemperatur tinggi. Gas dan energi panas yang dihasilkan mengubah
air pada tabung di sekeliling tungku tersebut menjadi uap. Uap bertekanan
tunggi memutar turbin dengan kecepatan tinggi guna menggerakkan generator. Saat
ini, penggunaan batubara sebagai sumber energi pembangkit listrik tercatat
lebih kurang 39% kebutuhan listrik dunia (Panduan bisnis PTBA, 2008)
2. Industri besi dan baja
Peran batubara penting dalam
kegiatan industri besi dan baja. Sekitar 64% produksi baja dunia berasal dari
besi. Sebagai gambaran produksi baja dunia yang mencapai 965 juta ton pada
tahun 2003 memanfaatkan batubara sebesar 543 juta ton. Proses peleburan besi
dan baja tersebut menggunakan kokas dan batubara. Proses peleburan biji besi
dilakukan dengan menggunakan tungku peleburan tanur tinggi (blast furnace)
dengan menggunakan kokas sebagai reduktor.
Reaksi reduksi terjadi sebagai
berikut :
C +
O2 ——>
2CO2
CO2 +
C
——>
2CO
Fe2O3 + 3CO
——>
2Fe + 3CO2
3. Industri Semen
Batubara digunakan sebagai sumber
energi panas pada industri semen. Pada proses pembakaran dalam tungku (klin),
batubara dibakar dalam ukuran halus (bentuk bubuk) dengan setiap 450 gram (g)
batubara akan menghasilkan semen sekitar 900 g. Pada masa mendatang peran
batubara masih cukup besar dalam industri semen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar